twitter
rss

3. Pengaruh inovasi Sistem Informasi terhadap sosial budaya dan Pendidikan

Tilaar (2001) melihat bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan inovasi pendidikan. Tilaar lebih memilih term inovasi pendidikan dibanding dengan pendidikan eksperimental, karena menurutnya pendidikan eksperimental melihat bahwa pelajar adalah objek percobaan, sehingga berbagai macam perlakuan dapat diterapkan seenaknya. Menurut Tilaar (2001) apabila ada perlakuan yang salah maka dampak yang lebih besar akan terasa 20-30 tahun kemudian.
Inovasi dan Teknologi tidak serta merta langsung diterapkan dalam dunia pendidikan. Terlebih dahulu para pendidik harus mempertimbangkan matang-matang efektifitas fungsinya, terutama identifikasi pada fungsi latennya. Fungsi laten adalah fungsi yang tidak kelihatan dalam memberikan pengaruh pada sebuah efek diluar efek yang diharapkan, yang kemungkinan memiliki unsur negatif. Pemanfaatan inovasi dan teknologi pendidikan pada hakikatnya tidak ditentukan oleh mahal-murahnya harga, akan tetapi kepraktisan dan kesesuaian fungsi yang diemban media tersebut dengan fungsi luhur pendidikan
Dunia pendidikan di Indonesia diharapkan terus menerus berbenah dengan memenuhi harapan masyarakat. Terdapat dua harapan dasar masyarakat mengenai pemanfaatan teknologi pendidikan di Indonesia, antara lain:
a.         Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan akan mampu mengabdi kepada manusia Indonesia. Hal ini berarti bahwa para pendidik harus mencegah timbulnya dehumanized science and technology, mencegah timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak manusiawi, yang mereduksi harkat dan martabat manusia Indonesia.
b.         Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan di Indonesia tidak akan memperbesar masalah pengangguaran yang sudah cukup parah, sebaliknya dapat turut serta memecahkan masalah pengangguran. Berdasarkan pengalaman yang ada, setiap inovasi teknologi lazimnya mempunyai labour displacing effect yang bersifat langsung, sedangkan kemampuan untuk menciptakan kesempatan kerja baru selalu bersifat tak langsung.
Kedua harapan di muka tadi secara eksplisit juga menjelaskan apa yang harus dicapai yaitu pemanfaatan teknologi dapat membantu pekerjaan manusia, serta apa yang seharusnya tidak tidak terjadi, yaitu dehumanized science and technology  dan labour displacing effect. Kedua hal ini bagi sebagian orang adalah sisi-sisi sebuah koin, dimana efek-efek negatif akan selalu ada ketika sebuah bangsa memanfaatkan hasil teknologi. Tinggal bagaimana cara yang harus dilakukan untuk memperkecil efek negatif tersebut. Pada dasarnya bangsa Indonesia harus bersedia menelaah lebih dahulu pahitnya setiap pembaharuan teknologi, sebelum mengecapnya manisnya pembaharuan teknologi (Buchori, 1994).
Disamping dua harapan di muka tadi, harapan lain yang juga terdengar secara sayup-sayup mengenai pengembangangan dan pemanfaatan IPTEK ialah bahwa upaya nasional dalam membuahkan hasil-hasil yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan antar bangsa, dapat mengejarketinggalan Indonesia dari bangsa-bangsa lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia selalu menonjolkan tiga ciri yaitu :
a.         Nasionalistik
Pemanfaatan teknologi harus bersifat nasional dan merata agar tidak terjadi friksi-friksi mengenai kesenjangan yang mengakibatkan adanya perasaan tidak adil
b.         Humanistik
Pemanfaatan teknologi harus memanusiakan manusia. Seringkali teknologi yang dimanfaatkan justru mematikan gerak pendidik dan pelajar dalam keterasingan, karena segala sesuatu sudah dilakukan oleh teknologi. Pada pendidik misalnya, peran guru sebagai mediator dan fasilitator yang menjadi media yang mempermudah pelajar dalam menerima apa yang diajarkan memiliki cipta, rasa dan karsa. Tiga kualitas kemanusiaan ini tidak boleh dimatikan oleh adanya teknologi. Pada pelajar, pelajar bukanlah objek pendidikan akan tetapi sebagai subjek aktif, oleh karena itu pemanfaatan teknologi tidak boleh mengobjekkan pelajar.
c.         Populis
Tekonologi yang diterapkan harus bersifat populis, artinya dapat dinikmati secara langsung oleh sebuah komunitas pendidikan. Terkadang teknologi justru membuat pelajar menjadi individualis karena sifat-sifat begatif teknologi.
Untuk memenuhi harapan di muka, sekaligus memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan tidaklah mudah. Pemenuhan aspirasi holistik dalam pengembangan dan penerapan inovasi dan teknologi pendidikan bergantung kepada berbagai hal, antara lain :
a.         Kesiapan Komunitas Pakar IPTEK dan Pendidik
Pakar IPTEK dan pendidik diharapkan turut berpacu dalam pergaulan ilmiah internasional. Akses informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan di dunia harus terus-menerus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia
b.         Kesiapan Sistem Pendidikan
Kesiapan sistem pendidikan dalam hal ini adalah kesiapan sistem dan sumber daya pendidikan dalam membimbing bibit-bibit unggul dalam generasi muda secara efisien dan sistematis menurut ukuran-ukuran mutakhir
c.         Kesiapan Kultural Masyarakat
Kesiapan kultural masyarakat Indonesia pada umumnya untuk menghadapi dan menanggapi perubahan serta kemajuan yang terjadi secara global dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sikap dewasa.

0 komentar:

Posting Komentar